Jumat, 14 Agustus 2015

Butuh Waktu untuk Kembali Percaya.

Butuh waktu untuk kembali percaya.
Bukan sekali atau dua kali hati ini merasakan yang namanya dilukai.
Kadang bahkan sering kali enggan rasanya membuka lagi pintu masuk menuju ruang di hati. Banyak kecemasan dan ketakutan tentang kembali disakiti oleh seseorang yang tadinya diharapkan sebagai yang tulus mencintai.


Setelah dipikir berulang kali, mencoba kemudian gagal selalu lebih baik dari pada tidak mencoba sama sekali. Keberanian mungkin menyakitkan. Namun hidup dalam ketakutan akan jauh lebih buruk. Hati tidak akan kembali utuh setelah berkali-kali hancur berkeping. Aku tau itu. Tapi paling tidak, dengan sedikit keberanian, mungkin akan ada seseorang yang benar-benar mau dan bisa mengumpulkan kembali kepingan hati itu lalu menyusunnya bersamaku. Tetap aka nada kepingan yang terlihat cacat, namun ia akan tetap indah selama kita bisa menerima. Bukankah sesungguhnya kebahagiaan itu berasal dari keikhlasan penerimaan?

Sekali lagi..
Aku selalu percaya bahwa Tuhan telah menyiapkan pelangi setelah hujan. Kita hanya perlu mengubah seudut pandang untuk menemukan letaknya. Kita peru mencari. Sesuatu yang didapatkan dengan penuh perjuangan akan terasa lebih memuaskan ketimbang hanya menunggu keajaiban.
Saat ini.. aku telah membuktikan bahwa apa yang selalu kuyakini selama ini menjadi kenyataan.
Tuhan telah mengirimkan kamu. Iya, kamu.
Kamu yang saat ini menjadi temanku mengumpulkan kepingan hati yang tadinya berserakan tak karuan. Kamu yang saat ini membuatku bersyukur karna tidak berhenti mencari. Kamu yang membuatku menyadari bahwa Tuhan memang akan selalu mengganti apa yang diambil-Nya dengan sesuatu atau seseorang yang lebih baik. Kamu yang membuatku sekali lagi berani berharap dan yakin akan sebuah hubungan. Kamu yang membuatku kembali tersenyum setelah tangisan yang menyesakkan. Kamu yang sekali lagi mampu membuat detak jantungku tak karuan di setiap pertemuan.
Kamu.. yang kuanggap sebagai sebuah keajaiban yang aku temukan dalam pencarian.

Jalan kita memang masih panjang.
Pacaran belum lah jadi tanda keseriusan di umur kita yang sekarang. Ini hanya permulaan. Kita masih jauh dari puncak keberhasilan sebuah hubungan. Kamu dan aku, kita, masih harus mendaki bersama-sama. Melewati terjalnya segala sesuatu yang ada di depan sana. Hingga nanti, jika kita cukup hebat untuk dipersatukan, maka ‘kan kudengar suara mu dari balik pintu kamar mengucap janji pada Tuhan di depan ayahku untuk menjadi suamiku. Ketika nanti air mataku menetes tepat di saat seluruh yang hadir berkata "Sah...". Aku menunggu.
Semoga..
Sekali lagi semoga..
Kita akan menjadi sepasang anak manusia yang ditakdirkan membina rumah tangga bersama. Dunia-akhirat.



Kutunggu cintamu menjadi yang terakhir dalam hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar