Jumat, 16 Oktober 2015

Untukmu yang menghempasku.

Aku kira aku berharga, aku kira aku ada artinya, aku kira cintamu memang nyata. Tapi semua hanya perkiraannku saja.
Harusnya aku tau akan begini lagi akhirnya. Harusnya aku tau bahwa semua cinta sama saja. Harusnya aku tau bahwa rasa sakit itu timbul karna aku kembali percaya. Harusnya aku tau bahwa menitipkan hati pada orang lain hanya akan membuatku terluka. Harusnya.
Pada dasarnya, aku selalu tau bahwa aku tak pernah bisa memilih dengan benar. Tak pernah bisa menilai dengan baik. Tak pernah bisa dicintai dengan tulus. Aku tau.
Tapi dengan bodohnya...

Aku memilih untuk bertaruh sekali lagi. Mempertaruhkan hati ini dengan harapan ia akan jatuh pada orang yang tepat. Berharap ia akan dijaga dengan segenap jiwa dan raga oleh sang pemilik barunya. Berharap ia tak akan pernah lagi mendapat goresan yang membuatnya terluka.
...dan dengan pahitnya, aku kembali kalah dalam pertaruhan bodoh yang aku lakukan. Aku menyerahkan hatiku pada pembunuh paling sempurna, yaitu kamu. Kamu yang mengobati lukaku sebelumnya, mengajarkanku bahwa tak ada salahnya kembali percaya, membuatku kembali berdaya setelah berkali-kali remuk sebelumnya, membuatku sempat kembali memiliki harapan agar dapat dicintai seutuhnya.
Tapi aku kembali lupa.. bahwa dengan menitipkan hati berarti aku siap mati.
Aku lupa bahwa cinta ini adalah nyawa terakhirku. Lupa bahwa yang kuberikan padamu adalah kepingan terakhir hatiku. Lupa bahwa jika setelah ini pun kau hancurkan, aku tak lagi punya apa-apa.

Terimakasih, kamu.
Kamu membunuhku dengan indah.
Kamu membuatku mengakhiri harapanku dengan tanganku sendiri.
Kamu... luar biasa. Terimakasih, cinta.

:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar