Adinda menutup mulutnya rapat-rapat dengan sebelah
tangan, berusaha agar tangisnya tak terdengar. Tepat dibalik pintu yang
dipunggunginya berdiri Dio dan Mega yang sedang berpelukan erat. Jelas sekali
Dio sedang berusaha menenangkan Mega yang seang menangis entah karena apa.
Adinda menangis tanpa suara, adegan yang
disaksikannya itu benar-benar membuat hatinya remuk redam. Merasa tangisnya tak
mampu lagi dibendung ia pun berlari menjauhi rangan itu. Dinda berlari dan
terus berlari, beberapa kali ia menabrak siswa siswa yang berpapasan dengannya
di koridor sekolah.
Dinda berhenti di depan sebuah ruangan kosong di
ujung koridor, ia lalu masuk dan menutup pintu ruangan itu. Dinda bersandar
dipintu,lalu perlahan merosot dan terduduk di lantai. Ia terisak, tak mampu
lagi ditahannya tangis yang menyumbat tenggorokannya.
“hiks… hiks…”
Dinda menangis tersedu, hatinya terasa hancur
berkeping-keping. Ia sudah tau sedari awal bahwa Dio memiliki perasaan khusus
pada Mega, begitu pula sebaliknya. Tapi Dinda tak pernah menyangka bahwa
sesakit ini rasanya melihat kedua orang itu bersama dihadapannya, apalagi
sampai berpelukan.
Dinda menutup wajahnya dengan kedua belah tangan,
berharap hal itu akan sedikit membuat air matanya berhenti mengalir.
“Adinda?” sebuah suara yang berasal tepat didepannya
itu membuat Dinda mengangkat kepalanya. Dihadapannya berdiri Junio.
Menyadari akan hal itu, dengan cepat Dinda menghapus
air matanya, lalu kembali menatap Junio sambil berusaha tersenyum selebar
mungkin. Berpura-pura tak terjadi apapun.
“kamu nangis?” Tanya Junio sambil ikut duduk
dihadapan Dinda.
“nggak,” Dinda menggeleng cepat, “Aku Cuma
kelilipan” elaknya
Junio menghela nafas, ia tahu bahwa Dinda berbohog,
Sebulan mengenalnya sudah cukup bagi Junio untuk memahami karakter gadis itu.
Tapi Junio tak mendesak, ia hanya tetap memandang
lurus pada Dinda yang terlihat jelas sedang berusaha menahan tangisnya.
Tess… Bobol juga akhirnya pertahanan terakhir
Adinda, air mata mengalir kian deras di pipinya. , “hiks.. hiks..”Adinda menyeka
air matanya agar tak mengalir, “jangan liat aku!” ujarnya lirih disela isak
tangisnya.
Tanpa diduga Junio malah menangkap pergelangan
tangan Adinda yang sedang berusaha menyeka air matanya, “Menangislah sepuasnya,
jangan simpan terus di dalam hati, itu Cuma bakal lebih nyiksa kamu..” ucapnya lembut.
Adinda menggigit bibirnya kuat-kuat, berharap itu
akan sedikit membantunya meredam tangis. “Bisa tolong kamu tinggalin aku? Aku
nggak mau dilihat sama orang kalau lagi nangis” lirih Dinda disela tangisnya.
Junio menghela nafas pelan. Lalu, tanpa diduga, ia
malah balik badan dan memunggungi Dinda. Hal itu tentu saja membuat Dinda
heran, “kamu.. ngapain?” tanyanya dengan suara parau karena tangisnya.
“lah.. Kamu kan nggak mau kalau nangis dilihat orang
lain, ya.. jadi aku kaya’ gini supaya kamu bisa nangis sepuasnya tanpa malu
dilihat sama orang lain” jawab Junio enteng dengan tetap pada posisinya yang
membelakangi Adinda.
Jawaban polos Junio itu membuat Adinda tanpa sadar
tersenyum tipis. Ia lalu bertanya, “Kenapa kamu nggak keluar aja dan ninggalin
aku nangis sendiri disini?”
Kepala Junio terlihat menengadah, seperti memikirkan
sesuatu. Tak lama kemudian ia pun bersuara, “Aku nggak bisa aja ninggalin cewek
yang lagi nangis sendirian.”
Alis Dinda bertaut, “semua cewek?” pertanyaan itu
meluncer begitu saja dari bibirnya.
Mendengar pertanyaan itu Junio menoleh, ditatapnya
Dinda tepat di bola mata. Lalu lagi-lagi tanpa disangka Junio malah mendekatkan
wajahnya ke wajah dinda, “nggak sih… Cuma yang nangisnya jelek aja” Jawabnya
santai lalu tersenyum lebar.
Bibir Adinda mengerucut, “maksud kamu? Aku jelek
gitu nangisnya?”
Alih-alih menjawab, Junio malah tersenyum simpul, lalu menyentuh kedua pelah
pipi Adinda dengan tangannya seraya berkata, “Bagus! Jangan nangis lagi yah…”
Setelah berkata begitu, Junio lalu bangkit berdiri.
“Aku duluan.” Katanya seraya melangkah pergi kelua ruangan.
Adinda terpaku. Ia sendiri baru menyadari kalau air
matanya telah berhenti mengalir.! Nyeri yang tadi menyengat hatinya kinipun tak
lagi terasa. Aneh sekali!
***
“kamu dari mana aja, Nda?” Tanya Nia langsung ketika
Adinda duduk di bangku sebelahnya.
Adinda tak menjawab, ia malah memberesi buku dan
alat-alat belajarnya yang ada diatas meja dan memasukkannya kedalam tas ungu
miliknya.
“Nda?” Nia yang melihat gelagat aneh sahabatnya itu
lalu menarik wajah Adinda agar menghadap padanya. “kamu nangis?” tanyanya saat
menyadari mata merah sahabat baiknya itu.
Adinda menggeleng, “nggak. Aku Cuma nggak enak
badan. Mau pulang.” Tukas Adinda lalu bangkit berdiri keluar kelas,
meninggalkan Nia yang hanya bisa menatap punggungnya menjauh dengan tatapan
heran.
Adinda melangkah cepat di koridor sekolah yang sepi,
kepalanya menunduk, seakan menyembunyikan wajahnya yang memang terlihat lelah.
Brug…
Saking terlalu sibuk menunduk, Adinda bertabrakan
dengan seseorang. Gadis itu jatuh terduduk di lantai. “aduh…” rintihnya menahan
sakit yang tiba-tiba menyerang pergelangan kakinya . Terkilir agaknya.
“maaf. kamu nggak apa-apa?”
Adinda menengadah. Deg!
Tenggorokan Adinda serasa tercekat ketika mengetahui
bahwa yang ditabraknya adalah Dio.
“kamu nggak apa-apa kan, Nda?” Wajah Dio terlihat
cemas, ia menunduk di depan Adinda seraya mengulurkan tangannya, “maaf, aku
nggak sengaja.” Ujarnya dengan nada bersalah.
Tess…
Tanpa dapat dibendung, air bening itu mengalir
begitu saja dari bola mata Adinda. Hal itu sontak membuat Dio panic,
ditelitinya Adinda dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“ada yang sakit? Aku bawa ke ruang kesehatan ya? Mana
yang sakit?” tanyanya panjang lebar dengan nada luar biasa cemas.
Adinda menggeleng cepat, “aku nggak apa-apa. Cuma
kelilipan”
“nggak! Kamu mesti ke ruang kesehatan! Aku nggak mau
kamu kenapa-kenapa”
Tanpa menunggu jawaban dari Adinda, Dio langsung
membantu gadis itu berdiri dan bersiap memapahnya.
“aku bisa jalan sendiri kok.” Tukas Adinda lalu
melepaskan pegangan Dio.
“aduh…” Nyeri di kakinya membuat Adinda limbung
kebelakang. Beruntung Dio sempat menangkapnya sebelum ia benar-benar terjatuh.
“kaki kamu terkilir ya?”
Bersambung…
terusannya mana lagi nihh
BalasHapushha. sabar yah.. :3
Hapus