Senin, 02 April 2012

THE MEANING OF INNER BEAUTY

BAB  I


·       Sahabat Kecil.



Jakarta, 1999

“ Janji ya kamu nggak bakal ngelupain aku?” Ditha menatap anak laki-laki di depannya dengan pandangan sedih.
Beberapa saat alfa terdiam, anak laki-laki berumur delapan tahun itu mengalihkan pandangannya ke langit malam yang saat itu penuh bintang .Suasana hening. Hanya terdengar suara jangkrik di kejauhan.
Merasa tak mendapat jawaban, Ditha menarik pelan baju Alfa, membuat anak laki-laki itu menoleh, dan menyadari bahwa mata Ditha berkaca-kaca.
Alfa tertegun, namun kemudian berkata pelan, “Iya, aku nggak akan pernah ngelupain kamu…”
Ditha diam, tapi tangan kecilnya tetap menarik lengan baju Alfa, bahkan tarikan itu makin erat. Seakan dengan tetap menarik lengan baju Alfa bisa mencegah kepergian sahabat
nya itu.
“Dasar cengeng!” ucap Alfa pelan. Berusaha bercanda, agar ditha tertawa atau paling tidak berteriak marah dan memukulnya pelan sambil ngomel seperti biasanya. Tapi, tak seperti dugaan Alfa, tangis ditha malah meledak, gadis kecil itu berjongkok dan menyembunyikan wajah diantara lututnya. Air mata mengalir deras di pipinya tanpa mampu ditahan lagi.
Dalam benak Ditha yang terpikir adalah bahwa ia tak akan pernah bisa bertemu dengan Alfa lagi. Dan dengan mudahnya kelak Alfa akan melupakan dirinya. Apalah arti seorang sahabat kecil bagi Alfa?

Alfa yang kaget melihat reaksi tiba-tiba dari ditha langsung panik dan ikut jongkok di depan ditha.
“Aduh… Dith, aku cuma bercanda doang kok tadi. Kamu nggak cengeng kok.” Alfa berujar panik
Ditha masih sesenggukan dan menyembunyikan wajahnya,” Kamu bakalan ninggalin aku. Kamu jahat!” ucap Ditha lirih di tengah tangisnya.
Alfa tertegun, tak dapat berkata apa-apa, namun akhirnya, “Iya, aku emang jahat karna bakalan ninggalin kamu,” Alfa mengelus pelan rambut Ditha, “Tapi aku janji, aku nggak bakalan pernah ngelupain kamu. Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki, Dith. Sampai kapanpun…”
Tangis Ditha malah makin keras.
“ Jangan nangis lagi dong, Dith. Plisss…” Alfa jadi makin panik. Namun tiba- tiba terlintas sesuatu di benaknya.
“ My best wish is your life’s heppiness” ucap Alfa pelan di telinga Ditha.
Kalimat singkat yang sebenarnya Alfa sendiri nggak tahu pasti apa artinya itu terlontar dari mulut Afla.  Dalam pikiran Alfa, kalimat yang pernah dibacanya pada sebuah buku sampul buku  itu tak ubahnya seperti kata-kata penghibur, karna ada kata  ‘happiness’ yang berarti kebahagiaan didalamnya .
Mendengar ucapan Alfa, Ditha perlahan mendongak. Kalimat yang terlontar dari mulut Alfa barusan membuatnya penasaran, terdengar sebuah mantra ditelinganya. “apa artinya?” Tanya Ditha polos.
Alfa diam, dipandangnya Ditha, pipi sahabatnya itu basah oleh air mata, hidung dan matanya merah. Perlahan Jemari kecil Alfa bergerak memegang kedua pipi gadis kecil itu dan menghapus sisa air mata yang masih mengalir.
“Artinya, aku nggak pingin liat kamu nangis” Alfa lalu menggenggam tangan Ditha,“Aku akan ingat kamu. Kita pastiu ketemu lagi” bisik Alfa lirih.
Itu adalah sebuah janji.
                                                           
                                                                       


Tangan Ditha bergerak lincah diatas selembar kertas. Menggoresnya dengan tinta ungu pena kesayangannya. Tulisaannya masih mirip cakar ayam, tapi ditha terus menulis dengan tekun. Senyum tipis  menghiasi bibir mungil Ditha.

Hai cebol…
Apa kabar?
Gimana di sana? Enak? Udah dapet temen baru belum?
Kalo belum, usaha terus ya!
Tapi kalo udah. Jangan lupain aku.
Tau nggak, fa?
Kucing yang kemarin kita rawat bareng sekarang udah melahirkan loooh… anaknya ada 6! Lucu-lucu!
Coba kamu masih ada disini, kan kita bisa pelihara berdua.
Tapi nggak apa-apa deh, biar aku  dulu  aja yang jagain mereka sampai kamu balik dan kita bisa pelihara mereka berdua.

Catatan : Oh ya, ini udah surat aku yang ke lima dalam minggu ini, tapi, belum satu kalipun kamu balas surat aku. Kenepa? Kamu udah lupa ya sama aku?

Salam persahabatan
     Viory Ananditha

Ditha melipat surat itu dan memasukkannya dalam sebuah amplop putih, “Semoga cebol bales surat aku kali ini” gumam Ditha pelan sambil meletakkan amplop berisi surat itu diatas meja belajarnya.

                                                            QQQ

Delapan tahun kemudian…

“ Viory Ananditha…” sapaan itu membuat Ditha menoleh.
Dibalakangnya  ada dua cewek sedang berlari kecil kearahnya. Mereka berhenti tepat di hadapan ditha.
“Riva? Rivy? Ngapain lari-lari?” ditha memandangi Riva dan Rivi sambil geleng-geleng kepala.
Riva dan Rivi serentak nyengir, memamerkan deretan gigi putih ala iklan pasta gigi mereka.
“nggak ada apa-apa sih, Tha. Cuma mau lari-lari aja. Kan sehat.” Jawab Riva asal, membuat ditha makin geleng-geleng kepala, “ya nggak, Vy?” Tanyanya pada Rivy meminta dukungan.
“yup, betul sekali. Tau nggak sih lo, berlari adalah salah satu jenis olah raga yang paling mudah, aman dan murah yang dapat menyehatkan tubuh” Rivy menyahut dengan yakin dan wajah serius.
Ditha tersenyum tipis. Dua sobatnya yang merupakan anak kembar identik ini selalu membuat ditha dengan sukses geleng-geleng kepala kayak anak metal melihat kelakuan unik mereka.
“udah bikin peer kimia?” Tanya ditha saat mereka memasuki ruang kelas.
Pagi itu kelas masih sepi. Maklum, masih pagi banget soalnya, lagian kan anak sekolah sekarang kan kayaknya hobi banget punya prinsip datang pas bunyi lonceng, kecuali ada peer atau ulangan pas jam pertama. Baru deh pada buru-buru datang cepat buat nyontek atau bikin sontekan buat ulangan.
“hah? Peer yang mana?” Tanya Riva dan Rivy berbarengan.
Bener kan, mereka pasti lupa seperti perkiraan ditha.
“yang kemaren, halaman 68 bagian 1 dan 2,” kata ditha sembari duduk dibangkunya.
Riva dan Rivy serentak menepuk jidad mereka masing-masing, “gue lupa…” ujar mereka hampir bersamaan. Dasar anak kembar, lupaan aja barengan.
“nih!” ditha menyodorkan sebuah buku tulis yang tadi diambilnya dari dalam tas, “tu peer gue, salin gih! Daripada disetrap bu Rina”
Riva dan Rivy seerentak berebut meraih buku peer ditha, ngeri juga membayangkan  kalo mesti diomeli bu Rina karna lupa ngerjain peer. Guru yang terkenal dengan kata-kata pedasnya kalo marahin murid itu memang nggak pake tandeng aling-aling kalau mau menghukum murid.
Pernah suatu hari Kevin lupa bikin peer, dan dengan sadisnya bu Rina ngomel, “kamu tau nggak, pelajar kayak kamu ini nih yang udah bikin generasi muda nggak pernah berkembang ke cara berpikir yang lebih baik. Cuma tau hura-rura! Nggak pernah mikirin sekolah, Cuma bisa ngabisin uang orang tua aja! Kamu itu….” Dan bla..bla..bla…
Dalem nggak tuh?
Ditha meletakkan tasnya di atas meja lalu melangkah kea rah pintu, “ gue ke kantin, ya. Minum.” Kata Ditha pendek pada Riva dan Rivy yang sedang serius menyalin peer Ditha. Kedua gadis berkulit putih itu hanya mengangguk cepat tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan dari buku peer Ditha.
Ditha menebar pandang kesekeliling, lalu menghirup udara dalam-dalam, samara-samar tercium bau tanah yang khas. Sisa hujan tadi malam.
Pandangan ditha akhirnya tertuju pada seseorang yang sedang mendrible bola basket di tengah lapangan. Pandangan mata cowok bertubuh jangkung itu lurus kearah ring. Serius sekali. Cowok itu mengmbil ancang-ancang, bersiap melempar, dan…. DASSH…. Dengan mulus bola masuk ke dalam ring.
Cowok itu tersenyum puas. Membuat wajahnya terlihat semakin cakep.
“Rega!”
Ditha melihat seorang cowok lain berlari kearah Rega.
Rega.
Cowok yang sedari tadi diperhatikan Ditha bernama Rega, Rega Pratama Adinata. Cowok yang katanya masih ada keturunan belanda dan darah ningrat itu memang dianugrahi Tuhan wajah yang nyaris sempurna (Nyaris, karna tak ada satupun manusia di dunia ini yang benar-benar sempurna). Dengan mata berwarna coklat gelap, hidung mancung, dagu lancip, tinggi 180-an, prestasi gemilang dalam bidang akademik maupun nonakademik, serta ketajirannya, dengan sukses Rega berhasil menjadi cowok yang memiliki predikat THE MOST WANTED BOY di sekolah Ditha.
Kalau boleh jujur sih Ditha juga naksir sama Rega, dari dulu malah! Dari mereka SMP. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Ditha sadar diri bahwa dengan segala macam perbedaan yang ada diantara mereka, Rega tak akn pernah menyukainya, atau minbimal menyadari bahwa Ditha itu ada. Bukannya bermaksud rendah diri, Ditha Cuma berusaha berpikir logis aja.
“hei!” ditha menoleh. Seorang cowok berkaca mata berdiri di belakangnya.
“Rifky! Bikin kaget aja!” seru Ditha pura-pura sewot sambil mengelus dada.
Rifky nyengir, “abis… elo bengong ditengah koridor, sih… emang elo ngeliat apa? Sampe bengong gitu,” Rifky celingak celinguk kesana kemari, lalu tak lama tersenyum tipis, “ngeliatin Rega ya?” tebaknya. Tepat sasaran.
Ditha gelagapan, namun sebentar kemudian ia menarik ujung bibir membentuk sebuah sebyum tipis, “ada-ada aja lo. Ngapain juga gue ngeliatin Rega? Kayak nggak ada kerjaan aja.” Elak Ditha.
“ooh… gitu,” tanggap Rifky cuek
Syukur dia percaya. Batin Ditha
“ya udah, gue duluan  ya,” Ditha bersiap melangkah pergi saat tiba-tib Rifky menahannya
“tunggu, Vio!”
Ditha berbalik, menatap wajah Rifky yang terlihat gusar.
“apa?” Tanya Ditha acuh, perutnya sudah bernyanyi dari tadi minta diisi
“gini…” Rifky mengeluarkan selembar kertas dari saku celananya, “bentar, Vi,” katanya lagi seraya mengeluarkan pena, juga dari dalam saku celananya (apa gunanya tas ransel yang dia bawa?). sebentar kemudian Rifky telah sibuk menuliskan sesuatu di kertas itu sambil senyam-senyum nggak wajar.
Ditha menunggu Rifky menulis dengan tangan dilipat didepan dada. Kesal juga dia sebenarnya sama Rifky ini. Tapi ya sudah lah, liat aja dulu apa yang mau dilakukan si kaca mata ini.
Rifky selesai menulis. Ia lalu melipat kertas itu dan menyerahkannya ke tangan Ditha.
“apaan ‘ni?” Tanya Ditha heran dengan alis berkerut sambil memperhatikan kertas yang sepertinya surat itu.
Rifky menarik napas dalam-dalam, “ini surat, Vi! Surat!” ujarnya dengan nada histeris yang menurut Ditha terlalu berlebihan. Ditha baru tau kalo ternyata Rifky yang terkenal pendiam ini ternyata bisa lebai juga.
“gue juga tau ini surat! Tapi surat apa? Buat siapa? Kok dikasih ke gue?” sembur Ditha dengan nada mulai jengkel.
Rifky lagi-lagi menarik nafas panjang dan dalam, seakan oksigen dipinggir lapangan yang sepi ini tak cukup untuk mengisi ruang-ruang di paru-parunya, “ini surat cinta!” ujarnya dengan mata melotot jenaka,  “gue titip ke elo buat…” Rifky menggantung kalimatnya.
“buat siapa?” Tanya Ditha mulai penasaran.
“hm….” Rifky terlihat ragu untuk menjawab.
Alis Ditha mulai bertaut, “eh, niat nggak mau nitipin surat? Masa’ elo mau nitipin surat ke gue, tapi nggak mau kasih tau suratnya buat siapa. Aneh.” Sembur Ditha
Setelah beberapa kali celingak celinguk ragu ke kanan-kiri, “Rivy!” jawab Rifky akhirnya dengan suara berbisik dan nada dramatis.
Kening Ditha makin keriting, “ lo naksir Rivy ?”Tanya Ditha dengan nada suara yang tanpa sadar diatas volume normal.
Dengan panic Rifky membekap mulut Ditha, “ ssstt.. lo berisik banget sih? Kalo gitu buat apa gue ngomongnya bisik-bisik ke elo tadi?” uajr Rifky dengan mata mendelik.
“lephashih hue!” perintah Ditha dengan suara amburadul karna dibekap Rifky. Sebenarnya Ditha mau ngomong “lepasin gue”.
Bukannya melepaskan bekaoan mulut Ditha, Rifky malah menarik tubuh Ditha ke pojok koridor (dengan susah payah tentunya)
“gue bakal lepasin bekapan gue, kalo elo nggak ngomong pake treak-treak”, perintah Rifky masih dengan berbisik.
Ditha mengangguk cepat. Bisa pingsan gara-gara lemas dia kalo dibekep terus.
“oke,” Rifky melepaskan bekapannya perlahan.
“sialan ya lo! Kalo sekali lagi elo berani bekap-bekap gue, gue bakal jamin Rivy bakal ilfeel setengah mati sama lo!” ancam Ditha dengan nafas tersengal.,
Rifky meringis, “sorry, Vi, sorry…”
Ditha menarik nafas dalam-dalam. Mengganti CO2 dalam paru-parunya dengan O2 dalam tempo cepat. Dia butuh udara!
“ ya udah, gue maafin!” Putus Ditha akhirnya saat melihat wajah memelas Rifky, “ jadi, elo mau gue ngasih surat CINTA lo ini ke sobat gue si Rivy?”
Rifky mengangguk cepat, “ he-eh”
Ditha mengangguk-angguk perlahan, belagak jadi kurir profesinal yang mengemban tugas Negara. “oke deh, ntar gue sampein. Sekarang gue cabut dulu. Bye.” Tukas Ditha akhirnya sebelum melangkah pergi meninggalkan Rifky yang mulai senyum-senyum sendiri.

                                                                        QQQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar